close to you

Kamis, 26 Juli 2012

Mudahnya Menikah Sesuai Sunnah ♥ ♥






Oleh Ibnu Mukhtar

Segala puji bagi Alloh yang mencintai kemudahan bagi hamba-hambaNya. Sholawat dan salam untuk Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yang telah berpesan : “Mudahkan dan jangan buat kesulitan”. Dan semoga Alloh meridhoi keluarga, sahabat dan umat beliau yang selalu setia kepad agama dan sunnahnya sampai akhir zaman.

Saudaraku, ketahuilah menikah menurut tuntunan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah mudah dan memudahkan orang-orang yang akan menjalaninya. Jika seorang wanita di pinang oleh orang yang baik agama dan akhlaknya maka orang tua atau wali sudah semestinya untuk menyambutnya dengan hati bahagia dan rasa syukur, kemudia ia segera membantunya mewujudkan pernikahan kedua pasangan tersebut.

Begitu pula jika orang tua atau wali telah menemukan sosok orang sholeh yang baik agama dan akhlaknya maka ia pun dibenarkan untuk menikahkan putrinya atau orang yang di bawah perwaliannya secara langsung kepada orang tersebut. Dan tentu saja persetujuan wanita itu tetap menentukan sah atau tidaknya pernikahan tersebut. Jika ia diam saja, tidak memprotes tindakan orang tua atau walinya maka syari’at menetapkan bahwa diamnya itu sebagai bukti persetujuan dirinya atas pernikahan yang telah dilaksanakan.

Saudaraku, sekarang mari kita perhatikan salah satu proses pernikahan yang dilakukan Said bin Musayyab rohimahulloh salah seorang ulama besar dari kalangan Taabi’in berikut ini. Semoga Alloh memberikan kepada kita banyak pelajaran dan manfaatnya, baarokallohu fiikum

Abu Wada’ah rohimahulloh menceritakan tentang proses pernikahannya dengan putri Said bin Musayyab rohimahulloh seorang Tabi’in terkenal di masanya kepada salah seorang yang mengasuh keluarga Amirul Mu’minin Abdul Malik. Ceritanya sebagai berikut :

“Sebagaimana yang Anda ketahui, aku adalah seorang yang tekun hadir di Masjid Nabawi untuk menuntut ilmu. Aku paling sering menghadiri halaqoh Sa’id bin Musayyab dan suka mendesak orang-orang dengan siku bila mereka saling berdesakan dalam majelis tersebut. Namun pernah berhari-hari saya tidak menghadiri majelis tersebut. Beliau menduga saya sedang sakit atau ada yang menghalangiku untuk hadir. Beliau bertanya kepada beberapa orang di sekitarnya namun tidak pula mendapat berita tentang diriku.

Beberapa hari kemudian aku menghadiri majelis beliau kembali. Beliau segera memberi salam lalu bertanya,

Sa’id : “Kemana saja engkau, wahai Abu Wada’ah?”

Aku : “Istriku meninggal sehingga aku sibuk mengurusnya”.

Sa’id : “Kalau saja engkau memberi tahu aku wahai Abu Wada’ah, tentulah aku akan takziyah, menghadiri jenazahnya dan membantu segala kesulitanmu”.

Aku : “Jazaakallohu khoiron, semoga Alloh membalas kebaikan Anda”.

Aku bermaksud pulang, namun beliau memintaku untuk menunggu sampai semua orang di majelis itu pulang, lalu beliau berkata :

Sa’id : “Apakah engkau sudah berfikir untuk menikah lagi wahai Abu Wada’ah?”

Aku : “Semoga Alloh merahmati Anda, siapa gerangan yang mau menikahkan putrinya dengan aku, sedangkan aku hanyalah seorang pemuda yang lahir dalam keadaan yatim dan hidup dalam keadaan fakir. Harta yang kumiliki tak lebih dari dua atau tiga dirham saja”.

Sa’id : “Aku akan menikahkan engkau dengan putriku”.

Aku : ( Terkejut dan terheran-heran ) “Anda wahai Syaikh? Anda akan menikahkan putri Anda denganku padahal Anda telah mengetahui keadaanku seperti ini?”

Sa’id : “Ya, benar. Bila seseorang datang kepada kami dan kami suka kepada agama dan akhlaknya, maka akan kami nikahkan. Sedangkan engkau di mata kami termasuk orang yang kami sukai agama dan akhlaknya.”

Lalu beliau menoleh kepada orang yang berdekatan dengan kami berdua, dan beliau memanggilnya. Begitu mereka datang dan berkumpul di sekeliling kami, beliau bertahmid dan bersholawat, lalu menikahkan aku dengan putrinya, maharnya uang dua dirham saja.

( Diringkas dengan sedikit perubahan dari kitab Shuwar Min Hayaatit Taabi’in karya DR. Abdurrahman Ra’fat Basya hal. 201-203 atau Lihat buku Mereka adalah Tabi’in karya DR. Abdurrahman Ra’fat Basya Terbitan Pustaka AT TIBYAN hal. 178-179 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar